BAPELITBANG, KAJIAN PENGUSAHA KECIL BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

Oleh :

Sargian Januardy, SH, MM

Kabid Penelitian dan Pengembangan Bapelitbang Ngawi

Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses Pemerintah Daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.  Pembangunan ekonomi daerah akan berhasil dengan baik ketika seluruh stakeholder daerah ikut berpartisipasi aktif dalam pengembangan ekonomi dengan memanfaatkan sumber – sumber daya alam lokal yang ada di wilayah tersebut. Peningkatan nilai tambah (add value)  sumber daya ekonomi ini akan memberikan stimulant bagi peningkatan  perekonomian masyarakat.

Perencanaan pembangunan daerah  bukan hanya perencanaan yang mengacu daerah tersebut, namun juga perlu mempertimbangkan permasalahan secara nasional, permasalahan daerah sekitar termasuk juga potensi kerjasama yang bisa dikembangkan baik pada tataran kewilayahan maupun tataran negara.  Berangkat dari permasalahan tersebut, maka perencanaan pembangunan memiliki  tiga (3) impilikasi pokok  yaitu :

Pemahaman hubungan daerah dan nasional di mana perencanaan secara nasional belum tentu baik apabila diterapkan secara langsung ke daerah. Indonesia merupakan negara besar dengan keunikan masing – masing daerah  bukan hanya dari sisi potensi alam namun juga budaya dan karakter masyarakat. Kemiskinan yang terjadi di daerah pesisir tentu membutuhkan penanganan yang berbeda  dengan kemisikan di daerah pegunungan. Sehingga program kebijakan yang ditetapkan oleh negara belum tentu bisa dilaksanakan pada semua daerah.

Hubungan antar daerah dibutuhkan untuk memperoleh kemajuan bersama khususnya dalam satu wilayah. Hal ini menyebabkan batas administrative suatu daerah tidak lagi penting dalam pengembangan ekonomi. Meskipun demikian, tetap harus dilakukan perjanjian kerjasama antara daerah sebagai upaya untuk maju bersama.

Aspek kelembagaan dan perangkat yang melaksanakannya merupakan bagian penting dalam daerah  khususnya dalam rangka menentukan kebijakan dan program – program pembangunan yang bisa diterima dan dilaksanakan oleh semua stakeholder masyarakat.

Menurut Hoselitz dalam Dwi Prasetyani (2008) menyebutkan bahwa kunci utama keberhasilan UMKM dalam bertahan menghadapi berbagai krisis adalah karena karakteristik UMKM yang cenderung berbiaya rendah. Selain itu letak dan produk UMKM yang spesifik juga membuat mereka berbeda serta memiliki pangsa pasar tersendiri. Dalam menproduksi barang maupun jasa mereka lebih mudah beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas inilah yang menyebabkan UMKM mampu bertahan dalam jangka waktu yang relatif panjang.

Secara individu UMKM memang mampu bertahan dari berbagai hantaman namun sebenarnya UMKM dapat tumbuh lebih cepat dan memberikan sumbangan yang signifikan terhadap PDRB apabila kelemahan – kelemahan yang dimilikinya bisa dihilangkan atau dieliminir sekecil mungkin. Beberapa kelemahan dari usaha mikro kecil dan menengah meliputi

Kurangnya akses permodalan dan kredit, Bank Indonesia melalui divisi PKM telah memberikan banyak kesempatan bagi UMKM untuk menambah kemampuan modalnya dalam wujud kredit murah, namun sampoai saat ini masih sangat sedikit UMKM yang mampu membuat dirinya menjadi bankable. Hal ini disebabkan oleh belum tertatanya manajemen dan keuangan

Kurangnya penyuluhan dan alih tehnologi, Kondisi sumber daya manusia di UMKM yang masih terbatas menyebabkan mereka kurang mampu untuk menerima alih tehnologi dengan memanfaatkan berbagai macam tehnologi tepat guna yang saat ini banyak dikembangkan di perguruan tinggi.

Minimnya desain dan standarisasi produk. Kurangnya pengertian mengenai kualitas menyebabkan pengusaha dalam UMKM cenderung tidak responsif terhadap berbagai macam peningkatan desain dan mutu produk, di sisi lain standarisasi terhadap produk juga tidak pernah dilakukan sehingga akan merugikan aspek pemasarannya

Pembukaan akses pemasaran baik dalam maupun luar negeri.  Pembukaan akses pasar bagi usaha mikro kecil dan menengah bukanlah hal yang mudah, mereka dihadapkan pada kendala belum menguasai tehnologi informasi dan kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi dengan pihak luar.  Selama ini memang banyak sarana yang diberikan oleh pemerintah kaitannya dalam pengembangan pemasaran usaha mikro kecil dan menengah, namun lebih banyak yang berbiaya mahal atau informasinya kurang sampai kepada UMKM. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *