Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, disebutkan bahwa alokasi DBH CHT dibagi menjadi tiga aspek utama masing-masing dengan persentase 50% untuk bidang kesejahteraan, 10% untuk bidang penegakan hukum, dan 40% untuk bidang kesehatan
Yang dimaksud dengan bidang kesejahteraan adalah meliputi tiga hal yaitu, pertama, program peningkatan kualitas bahan baku, seperti pelatihan peningkatan kualitas tembakau, penanganan panen dan pasca panen, penerapan inovasi teknis, serta dukungan sarana dan prasarana usaha tani tembakau. Kedua, program pembinaan industri, seperti pendataan dan pengawasan pada mesin pelinting rokok, pemeliharaan fasilitas pengujian bahan baku dan produk tembakau, sarana dan prasarana pengolahan limbah industri, serta pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pada pada industri hasil tembakau kecil dan menengah. Ketiga, program pembinaan lingkungan sosial, seperti pemberian bantuan dan peningkatan keterampilan kerja bagi buruh tani tembakau dan/atau pabrik rokok, buruh pabrik rokok yang terkena pemutusan hubungan kerja, serta anggota masyarakat lain yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Pemerintah Kabupaten Ngawi melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian ( DKPP ), bidang Perkebunan dan Hortikultura memberikan bantuan mesin perajang tembakau yang bertujuan untuk penerapan inovasi teknologi sehingga pelaksanaan perajangan tembakau dalam penanganan pasca panen lebih efektif dan lebih efisien. Selain itu dalam penggunaan mesin ini dapat menekan biaya produksi hampir setengahnya dengan perajangan secara manual, ” kita berupaya untuk menuju modernisasi tehnologi, dengan modernisasi tehnolgi,mengurangi beban biaya para petani tembakau ” ujar Supardi, kepala DKPP kabupaten Ngawi.
Senada Kabid Perkebunan dan Hortikultural, Hendro Budi Suryawan yang mendampingi Kadin saat wawancara mengatakan, bantuan mesin perajang diberikan kepada 20 kelompok tani/gapoktan dengan syarat kelompok tani tersebut harus menanam tembakau dan melakukan penanganan pasca panen dengan perajangan dan penjemuran sendiri atau tidak dijual daun basah. ” Persyaratan lainnya kelompok tani/gapoktan penerima calon penerima harus sudah berbadan hukum dan aktif. Kelompok tani/gapoktan mengajukan usulan/proposal kepada Kepala Dinas Ketahanan dan Pertanian Ngawi selanjutnya dilakukan verifikasi untuk kelayakan apakah kelompok tani tersebut layak menerima bantuan.” katanya.
Supardi mewanti wanti, alat perajang tersebut setelah diterima kelompok tani menjadi asetnya kelompok yang dikelola oleh kelompok tani, sehingga petani wajib merawat dan memanfaatkan bantuan tersebut sebaik-baiknya dan tidak boleh dijual.
Ia juga menyapaikan hingga akhir Juli 2024 ini luas tanam tembakau Kab Ngawi sudah mencapai kurang lebih 2.000 Ha yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu 1.400 Ha. Sehingga dipastikan bahwa tanam tembakau semakin meningkat tiap tahunnya, hal ini disebabkan harga yang menjajikan dan peluang pasar nya sudah mulai terbuka lebar. ” Diharapkan dengan adanya bantuan ini dapat meningkatkan mutu produk tembakau rajangan Ngawi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraan petani, “pungkas Supardi