Kurikulum Berubah, Yakin akan Maksimal? Oleh: Winda Ayu Wulandari, S.Pd

Nama

NIP

TTL

Alamat

Instansi

 

: WINDA AYU WULANDARI, S.Pd

: 199305302020122015

: Banyumas, 30 Mei 1993

: Asrama Yon Armed 12 Kostrad, Ngawi Ajwa Timur

: SD NEGERI 4 KEDUNGWRINGIN KABUPATEN BANYUMAS, JAWA TENGAH

Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim resmi meluncurkan beberapa program penting di tahun 2022 untuk memulihkan kembali Pendidikan dua tahun terakhir sempat vakum akibat dari Covid-19. DIantaranya yaitu PPK dan pergantian kurikulum pembelajaran.

Kurikulum baru yang akan menggantikan Kurikulum 2013 (K13) yaitu Kurikulum Prototipe. Dikutip dari Siaran Pers Kementrian Pendidikaan, Kebudayaan, Riset dan teknologi Nomor: 7/sipres/A6/I/2011 bahwa penetapan kurikulum prototipe merupakan upaya pemulihan Pendidikan akibata pandemic Covid-19. Kurikulum prototipe berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis proyek (Projec Based Learning).

Menurut Kemendikbud ristek, kurikulum prototipe merupakan upaya pemerintah dalam menciptakan perubahan dalam pengembangan karakter dan pola pikir siswa. Kurikulum prototipe akan mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang yang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.

Hadirnya Kurikulum prototipe dilatarbelakangi oleh hasil evaluasi terjadap kurikulum darurat yang digunakan selama pandemic. Kurikulum prototipe diyakini mampu membntu sekolah mengatasi dampak kehilangan pembelajaran (learning loss) akibat tidak optimalnya pembelajaran selama dua tahun terakhir.

Dilansir dari laman resmi kemendikbudristek, Kepala Pusat Kurikulum dan Penmbelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri Anas mengungkapkan bahwa kurikulum ini sedang dalam tahap uji coba dan telah diterapkan di sekolah penggerak pada tahun 2021. Kurikulum prototipe menjadi salah satu kurikulum yang dapat di pilih oleh sekolah yang berminat, di samping kurikulum 2013 dan kurikulum darurat.

Setiap kebijakan baru tentunya akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak berkepentingan yang disertai dengan dampak positif dan negative yang akan muncul. Mempermak kebijakan pembelajaran memang baik tetapi harus dengan kondisi lingkungan serta sarana pendukung yang tepat. Walaupun saat ini, seperti yang dilansir pada data kecocokan program sekitar 95%. Sekolah Kejuruan Pusat Keunggulan merasakan cocok dengan program tersebut, tetapi hal ini tentunya tidak menjamin Sekolah Menengah lainnya mampu menjalankan secara maksimal.

Jika alasan utama diluncurkannya program ini adalah untuk memulihkan Pendidikan, seharusnya factor-faktor pendorong suksesnya program ini sudah tersedia dengan baik. Kesiapan sekolah dalam melaksanakan kurikulum baru harus dimaksimalkan, tidak hanya sekolah tingkat nasional maupun internasional saja tetapi semua level sekolah sudah mampu dan siap menjalankan kebijakan dengan sarana prasarana yang ada.

Menilik ke belakang, dimana Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang baru di dalam dunia Pendidikan. Masih banyak pendidik yang masih dalam tahap merangkak dan meraba-raba untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena dalam faktanya, tidak semua pendidik mampu menguasai Teknologi Informatika, yang dimana pada Kurikulum 2013 semua pendidik harus sudah mahir dalam penggunaan teknologi Informasi dan Komunikasi. Bagai jatuh tertimpa tangga, ketika para Pendidik masih dalam tahap meraba-raba untuk melaksanakan kurikulum 2013, datanglah Covid-19 yang membuat para pendidik dipaksa untuk mahir dalam penggunaan IT. Alhasil, pelaksanaan Pendidikan dan pengajaran bagi peserta didik kurang maksimal. Bercermin dari hal tersebut, pentingnya kesiapan Guru atau pendidik dalam terwujudnya program Kurikulum Prototipe harus sangat diperhatikan. Kemampuan guru dalam memodifikasi system mengajar untuk menyampaikan materi harus bervariasi sesuai dengan fase-fase kurikulum yang ada. Apalagi kebijakan ini mengedepankan materi-materi esensial kepada siswanya. Untuk menghasilkan terobosan generasi yang berkualitas harus dimulai dari guru yang berkualitas  pula.

Hendaknya sosok guru selaku panglima perang dalam menyukseskan kurikulum harus menjadi perhatian penting semua pihak. Guru menjadi juru kunci untuk menyingkap tabir Pendidikan yang berkualitas. Jika guru telah memiliki kualifikasi sebagai guru professional, tuntutan kurikulum bagaimanapun tentu akan dapat dipenuhinya. Guru professional  bak seorang chef ahli, ia dapat membuat masakan apapun dengan rasa yang sungguh nikmat dan lexat sepanjang bahan dan peralatannya tersedia. Bahkan seorang chef ahli juga mampu membuat masjan yang sungguh nikmat meski bahan dan peralatannya terbatas. Pola piker inilah yang seharusnya terpatri di benak pengambil kebijakan, berupaya mencetak chef-chef Pendidikan yang berkualitas sehingga dapat menelurkan peserta didik yang mampunmenjawab  tantangan peradaban.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *