Nyadran sebagai wadah membangun kebersamaan di masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.
Pun Desa Mangunharjo kecamatan Ngawi yang telah menyelenggarakan Nyadran. Dan ditemui di sela kegiatan, Suparto Kepala Desa Mangunharjo mengatakan bahwa acara bersih desa, merupakan salah satu adat budaya yang perlu dilestarikan,mengingat bersih desa merupakan apresiasi dari rasa syukur kepada yang kuasa. Menurutnya acara bersih desa yang digelar di pemakaman umum Jolono, merupakan salah satu cara kita berkirim do’a kepada leluhur, yang babat desa Mangunharjo. Jolono merupakan salah satu tokoh santri dari Tuban.Tradisi sadranan merupakan simbol adanya hubungan dengan para leluhur, sesama, dan Yang Maha Kuasa atas segalanya. Sadranan merupakan sebuah pola ritual yang mencampurkan budaya lokal dan nilai-nilai Islam, sehingga sangat tampak adanya lokalitas yang masih kental Islami. Sadranan menjadi contoh akulturasi agama dan kearifan lokal.
Kegiatan tersebut para perangkat yang datang menggunakan pakaian jawa. ” Kita ingin melestarikan budaya jawa secara totalitas, baik secara harfiah atau yang terlihat maupun secara batiniah atau perilaku watak dan pembawaan orang jawa, tenggang rasa, tepo slira. Dalam acara bersih desapun, menanpilkan juga pagelaran wayang thengul sebagai salah satu totonan yang akan menjadi salah satu hiburan masyarakat yang berisi ajaran- ajaran arti kehidupan atau karakter building. Pada dasarnya, nyadran atau bersih desa sebagai wahana mempererat rasa tali persaudaraan juga menjadi ajang tukar kaweruh antar warga yang satu dengan yang lain. Ia juga mengatakan sadranan juga merupakan pelaksanaan atau pengamalan dari sila – sila Pancasila, karena di acara tersebut ada tersirat makna religius,berketuhanan, gotong royong, toleransi satu dengan yang lain,perlakuan yang sama terhadap warga yang datang di acara tersebut, yang jelas sadranan mwnjadi momen ajang silaturohmi antar warga, cermin keguyuban warga, kebersamaan bagi warga mangunharjo,” terang Suparto yang akrab dengan sapaan Tohe.
Disinggung terkait pembangunan, Suparto menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya berkutat pada infrastruktur atau ketahan pangan saja tapi unsur budayapun menjadi salah satu bidikannya, karena ia yakin salah satu modal dasar pembangunan yang berujung dengan kemapanan ekonomi adalah Silaturohmi, satu dengan yang lainnya. ( Wid )